Ket. Gambar : Lambang HMI
Ket. Gambar : Muhammad Najib (Penulis)
Penulis
Muhammad Najib
Ketua Umum HMI Komisariat FSH UIN SU
Kesetiaan yang dimiliki HMI dari sejak awal berdirinya sampai dengan saat ini sangat jauh berbanding lurus dari kesetiaan yang dicita-citakan dan diperjuangkan Para pendiri dan Tokoh-tokoh HMI terdahulu. Lantas siapa yang salah? Tentu Kadernya.
Kader HMI saat ini telah berubah menjadi Trouble Maker hanya sedikit Kader yang mampu menjadi Problem Solver, bahagian dari manakah anda? Tepuk dada tanya selera.
Kesetiaan HMI dan Kadernya tersebut haruslah sama antara das sollen (apa yang diharapkan) dan das sein (apa yang terjadi), HMI dan kadernya harus mampu menunjukkan kesetiaan tersebut dengan senantiasa memelihara identitas ke HMI-annya yang menjadi tonggak berdirinya independensi etis dan organisatoris kader-kader HMI se-nusantara.
Lantas apa sebenarnya Identitas dari HMI itu?
HMI dan Kader-kadernya telah bersepakat untuk berhimpun, menjalankan roda organisasi serta menertibkan segala administrasi keorganisasian dengan identitas ISLAM sebagai Ideologi Penuh HMI dan Kader-kadernya. Kesepakatan yang telah lama bernanung itu tidak ada yang mempertentangkannya sampai sekarang dikarenakan ISLAM memang tak bisa dipisahkan dari HMI dan Kader-kadernya karena itulah identitas HMI dan kader-kadernya. Sebab HMI dapat besar karena ISLAM, keuniversalan ISLAM-lah yang mampu memadukan semangat Ke-Mahasiswaan, Ke-Islaman, dan Ke-Indonesiaan. Yang lebih utama lagi ISLAM-lah yang menjadi rumah bagi HMI dan kader-kadernya untuk menghimpunkan diri, belajar dan bertukar fikiran bahkan menggerakkan aksi kemanfaatan untuk bangsa dan ummat.
Ideologi memang senantiasa berkaitan dengan identitas, tanpa ideologi identitas takkan terwujud sebaliknya tanpa adanya identitas maka ideologi takkan terpelihara dengan baik, maka semestinya kedua hal ini haruslah seimbang, sejalan dan selaras agar organisasi tak terjatuh kedalam zona degradasi.
HMI beridentitaskan Islam, bukanlah implikasi dari dinamika kebangsaan melainkan merupakan pilihan dasar. Islam yang senantiasa memberikan energi perubahan mengharuskan para penganutnya untuk melakukan inovasi, internalisasi, eksternalisasi maupun obyektifikasi. Dan yang paling penting fundamental peningkatan gradasi umat diukur dari kualitas keimanan yang datang datang dari kesadaran paling dalam bukan dari pengaruh eksternal.
Mari kita simak dan resapi ayat alquran surah Al-Ankabut ayat 69 : “Dan mereka yang berjuang dijalan-Ku (kebenaran), maka pasti Aku tunjukkan jalannya (mencapai tujuan) sesungguhnya Tuhan itu cinta kepada orang-orang yang selalu berbuat (progresif)”.
Dengan penjelasan ayat diatas, maka sudah sepantasnya kita tetap mengukuhkan semangat kita dalam konteks mempertahankan identitas dan ideologi ke HMI-an kita. Identitas dalam ber-HMI tersebut dilegitimasi secara massif dan tegas didalam Anggaran Dasar HMI pasal 3.
Lantas apa sebab Kesetiaan itu mengikis dalam tubuh kader-kader HMI saat ini?
Kader-Kader HMI masa kini telah terdoktrin kedalam ajaran-ajaran yang melenceng dari identitas aslinya, apakah itu Marxisme, Komunisme, Liberalisme, dan lain sebagainya yang sangat berbeda dari warna-warni ke Islaman.
Inilah keistimewaan HMI dan Kader-kadernya tidak pernah menyempitkan pemikirannya dan senantiasa memandang Islam Universal dari segala kajian bidang ilmu maka dari itu tidak ada batasan kepada HMI dan kader-kadernya untuk mempelajari bahkan mendalami segala macam ilmu-ilmu yang ada bahkan aliran-aliran apapun itu. Namun yang menjadi kesalahan disini menurut analisis penulis, HMI dan kader-kadernya tak mampu memberikan filterisasi terhadap apa yang dipelajarinya, dibacanya dan dilihatnya. HMI dan kader-kadernya secara tidak langsung terwarnai oleh ideologi-ideologi dunia yang saling bertabrakan secara langsung terhadap idelogi HMI. Inilah yang menyebabkan penyakit dan krisis keintelektualan terhadap HMI dan kader-kadernya, akhirnya HMI dan kader-kader nya tidak bertaring dan lemah iman bahkan yang lebih parah nya kader-kader HMI telah mengeksekusi identitas HMI nya sendiri.
HMI dan kader-kadernya lebih antusias dan paham terhadap ideologi diluar HMI bahkan berani menerapkan nya dalam gerak langkahnya dalam ber-HMI dari pada harus bersentuhan langsung dengan Identitasnya sendiri, dengan Ideologinya sendiri yakni ISLAM.
APA KABAR HMI AKU, KITA DAN KAU?
Dizaman Millennial ini, HMI dan Kader-kadernya dihadapkan dengan berbagai bambu runcing yang bersiap-siap membunuhnya. Apakah itu bambu runcingnya?
1. Kekuasaan/Hedonisme,
2. Kekayaan/Materialisme,
3. Wanita/Pragmatisme.
Ditahun 1971, saya masih mengingat betul sejarah tersebut, dimana Ideologi HMI dipaksa dialihkan menjadi ideologi asas tunggal yakni Pancasila. Dalam keadaan yang seperti itu terasa wajar bagi kita untuk mengalihkan ideologi tersebut atau dengan kata lain ada pihak yang mengeksekusi identitas kita dan itu wajib untuk dita’ati untuk menguatkan eksistensi ke-HMI-an di Indonesia. Namun, tidak lama berselang kita mampu mengalihkan ideologi kita menjadi ISLAM sebagaimana itu merupakan identitas HMI dan kader-kadernya.
HMI telah mengalami kemunduran, salah satu indikatornya menurut Agussalim Sitompul dalam bukunya 44 indikator kemunduran HMI adalah “HMI kurang mampu mencetak kader dan pengurus yang bertipe problem solving, dan lebih cenderung mencetak kader yang bertipe solidarity making”.
Artinya adalah HMI dan kader-kadernya saat ini bertipe solidarity making atau pembuat solidaritas bukan lagi sebagai problem solving atau penyelesai masalah. Kita merindukan Prof. Lafran Pane, Nurcholis Madjid, Agussalim Sitompul dan kader-kader HMI lainnya yang telah mampu sebagai problem solving.
Agaknya, benar memang HMI dan kader-kadernya sudah lupa akan identitasnya yakni ISLAM. Sedikit mengulas tentang Muhammad sebagai pembawa risalah ke Islaman, Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan kepada ummatnya bahwa ummatnya tidak hanya harus menciptakan suasana yang damai, hangat tapi lebih dari itu ummatnya diajak untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan, melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, lebih sensitif terhadap ummat dengan senantiasa memelihara ketaatan akan perintah dan akan menjauhi larangan Tuhan.
ISLAM yang harusnya sebagai gerak dan langkah HMI dan kader-kadernya harusnya mampu menciptakan kader dan pengurus yang bertipe problem solving BUKAN solidarity making. Kita berhimpun untuk ummat, untuk bangsa, untuk negara. BUKAN hanya sebatas untuk internal, untuk himpunan, untuk penguatan solidaritas HMI dan kader-kadernya karena ini yang membuat mundurnya Intelektualitas dan Sensitivitas keummatan dari HMI dan kader-kadernya.
HMI BACK TO BASIC!!!!
Hari ini adalah kenyataan, esok adalah harapan, dan kemarin adalah sejarah. Keberhasilan kita kemarin bukan membuat kita jumawa tapi TETAPLAH rendah hati. Kenyataan hari ini, mari kita revitalisasi dan rekontruksi nilai-nilai yang telah diperjuangkan Founding Father’s HMI dengan lebih mengutamakan identitas ke-HMI-an, dan harapannya HMI dan kader-kadernya tidak sekali-kali melupakan sejarahnya bahkan identitas ke-HMI-annya.
Perlu diingat dengan kuat bahwa Ideologi kita adalah ISLAM, sudah saatnyalah kita berhimpun dengan tidak mengutamakan kepentingan-kepentingan yang mampu mengalahkan kepentingan TUHAN yang telah memberikan izin kepada kita untuk berhimpun di HMI. Kita diamanahkan Tuhan sebagai duta-dutanya yang diharapkan mampu dan wajib menjalankan nilai-nilai keIslamannya dengan sebaik-baiknya menjadi khalifah dimuka bumi ini, akhir kata penulis mengajak mari meng-HMI kan HMI untuk mewujudkan Tujuan HMI Pasal 4 Anggaran Dasar HMI.
Komentar