Ket. Gambar : Penulis bersama rekan juangnya
Ditulis oleh Muhammad Najib (Mahasiswa UIN Sumatera Utara- Medan)
Suatu hari, Plato bertanya kepada gurunya (Socrates), “Apa itu Cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?”
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah, tetapi jangan mundur kembali, kemudian ambillah satu buah ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta.”
Plato kemudian berjalan, tidak berapa lama kemudian ia kembali dengan tangan kosong tanpa mempawa apapun. Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satu ranting pun?”
Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku sudah menemukan yang paling menakjubkan,
tapi aku tidak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi ranting tersebut tidak kuambil. Setelah aku melanjutkan perjalanan, baru aku sadar bahwa ranting-ranting yang aku temukan kemudian, tidak sebagus ranting yang tadi, jadi akhirnya tak sebatang ranting pun kuambil.”
Gurunya menjawab, “Itulah yang dimaksud dengan cinta.”
Beberapa hari kemudian, Plato kembali bertanya kepada gurunya, “Apa itu perkawinan? Bagaimana saya bisa menemukannya?”
Gurunya menjawab, “Ada hutan yang subur di depan sana. Berjalanlah tanpa boleh mundur kembali (menoleh) dan kamu hanya boleh menebang satu pohon saja. Jika kamu menemukan pohon yang paling tinggi, tebanglah. Dengan begitu kamu telah menemukan apa itu perkawinan?”
Plato kemudian berjalan dan tidak berapa lama kemudian ia kembali dengan membawa sebuah pohon. Pohon tersebut bukanlah pohon yang tinggi. Pohon itu biasa-biasa saja.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu memotong pohon yang seperti itu?”
Plato menjawab, “Berdasarkan pengalamanku sebelumnya, setelah menjelajah hampir setengah hutan, ternyata aku kembali dengan tangan kosong. Jadi pada kesempatan ini, aku lihat pohon ini dan kurasa tidak terlalu buruk. Jadi kuputuskan untuk menebangnya dan membawanya ke sini. Aku tidak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkannya.”
Gurunya menjawab, “Itulah yang dimaksud dengan perkawinan.”
Catatan kecil :Cinta itu semakin dicari, semakin tidak ditemukan. Cinta adanya di dalam lubuk hati, ketika kita dapat menahan keinginan dan harapan yang lebih. Ketika pengharapan dan keinginan berlebihkan akan cinta, maka yang didapat adalah kehampaan. Tak ada satu punyang didapat serta dapat dimundurkan kembali. Waktu dan masa tidak dapat diputar mundur. Terima cinta apa adanya.
Perkawinan adalah kelanjutan dari cinta. Perkawinan merupakan proses mendapatkan kesempatan. Ketika kau mencari yang terbaik di antara pilihan yang ada, maka kau akan mengurangi kesempatan untuk mendapatkannya. Ketika kesempurnaan ingin kau dapatkan, maka sia-sialah waktumu untuk mendapatkan perkawinan itu. Karena kesempurnaan itu hampa adanya.
Komentar