Langsung ke konten utama

TUHAN SANG POLITISI TERMULIA

Momentum Politik paling suci di Kongres Sumpah Pemuda Indonesia

Penulis : Muhammad Najib 

Barangkali, tak banyak dari kita yang berpikir kalau Tuhan itu politisi. Padahal, jika kita cermati, Tuhan memang adalah politisi! Beliaulah politisi paling pertama, paling lihai, dan paling sukses di sepanjang zaman. Sebab, bukankah kita sendiri mengakui, Tuhan itu raja atas segala-galanya: sorga, dunia, dan alam semesta ini? Nah, bukankah “raja” adalah konsep dan istilah dunia politik?

Lagipula, tidak ada pemerintahan yang tidak berasal dari Tuhan. Semua kepala negara, kepala pemerintahan, dan pemegang kekuasaan politik tertinggi di seluruh dunia pada segala masa dipilih, ditunjuk, diangkat, dan ditetapkan oleh Tuhan sendiri. Begitu pula seluruh pejabat dan petinggi negara, politik, dan pemerintahan. 
Bahkan, Tuhan juga yang menjatuhkan, menggulingkan, melengserkan, dan mengganti mereka.
Tanpa terkecuali. Dan Tuhan melakukan semua itu secara proaktif atas inisiatif-Nya sendiri. 
Bukan secara pasif, dalam arti: hanya sekadar mengizinkan mereka naik. 
Andai kata ada satu saja pemimpin politik, pemerintahan, atau negara yang bertahta bukan atas penentuan Tuhan, maka berarti Tuhan tidak maha berdaulat. Dan itu mustahil, bukan?

Kalau begitu, apa masuk akal apabila dikatakan bahwa politik itu kotor dan jahat? Sudah pasti tidak, bukan? Satu-satunya kesimpulan logis yang bisa kita tarik: politik itu suci dan mulia, karena dirintis dan digerakkan secara konsisten oleh Pribadi yang mahasuci dan mahamulia.

Hanya saja, memang yang patut disesalkan, mayoritas orang yang menjadi politisi itu kotor. Tidak saja perilaku politik mereka yang kotor, kehidupan pribadi mereka pun seringkali jahat. Penuh intrik, tipu-daya, kemunafikan, dan kebohongan. Terbiasa korup, tidak menghargai hak dan keberadaan orang lain, serta melanggar sumpah dan janji. Telah mahir membelokkan hukum, mengeksploitasi segala hal demi kepentingan sendiri, serta mengabaikan dan bahkan menginjak-injak etika dan nilai-nilai.

Merekalah yang memberi nama buruk pada politik!

Namun, tetap saja, segala pengotoran tersebut sama sekali tidak mengindikasikan kalau hakekat dan kesejatian politik itu kotor dan jahat. Udara dan air yang kita konsumsi sehari-hari pun senantiasa terkontaminasi pelbagai polutan, racun, dan kuman. Tetapi, hal itu sama sekali bukan berarti udara dan air itu pada dirinya sendiri adalah kotor dan berbahaya, bukan?

Di samping itu, semisalnya saja politik itu memang pada dasarnya kotor dan jahat, maka tidak ada alasan untuk mempercayai bahwa ada produk politik yang bersih. Untuk dianggap netral saja pun tidak layak. Jika politik memang secara intrinsik adalah jahat, maka bukan hanya pelakunya, melainkan seluruh proses dan produknya pun sudah pasti jahat. Tetapi, itu sama sekali tidak mungkin! Nanti kita akan melihat alasannya di bawah.

Lantas, kenapa orang sangat bertendensi untuk menjadi dan bertindak kotor dan jahat setiap kali berpolitik?

Karena, politik merupakan salah satu dari tiga serangkai kegiatan yang paling menentukan dalam kehidupan umat manusia. Dua yang lainnya adalah bisnis dan seksualitas.

Sebagai aktivitas dan manifestasi cinta, hanya seksualitaslah yang mampu secara sempurna menggambarkan indahnya hidup. Di pihak lain, sebagai kegiatan prokreasi dan reproduksi, seksualitas juga satu-satunya jalan guna menjamin eksistensi kehidupan umat manusia.

Dalam perannya terhadap kehidupan kita, bisnis pun mempunyai dua sisi. Pertama, sebagai pembukti bahwa hidup kita ini aktual, karena kita terbukti hidup bilamana mengisi kehidupan ini dengan aktivitas, dan aktivitas paling utama yang mengisi hidup kita itulah yang disebut bisnis. Di sisi kedua, sebagai kegiatan ekonomi, bisnis menunjang berlangsungnya kehidupan, karena dengan berbisnislah kita mendapatkan nafkah untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup.

Nah, bagaimana dengan politik? Peran politik pun memiliki dua aspek. 
Pertama, membuat kehidupan menjadi teratur. Politik adalah penjamin agar kehidupan ini harmonis dan teratur, karena lewat politiklah kepemimpinan dijalankan, sedangkan kepemimpinan bertugas merancang dan menjalankan hukum. Kedua, mendesain jalan dan alur kehidupan. Politik bukan saja membuat kehidupan suatu kelompok masyarakat menjadi teratur, namun juga membuatnya punya arah dan tujuan. Itulah mengapa politik sangat dekat dengan istilah “visi dan misi”. Selain itu, kepemimpinan pun wajib menggunakan politik untuk mempersuasi seluruh komponen masyarakat untuk tetap berjalan sesuai jalan, koridor, dan arus yang telah ditentukan untuk mencapai cita-cita.

Persoalannya, makin luhur sesuatu hal, makin besar kemungkinannya jatuh. Semakin suci hal tersebut, semakin rentan pula ia dikotori. Jikalau kita mengaku percaya kepada Tuhan, kita pun wajib mempercayai informasi yang Tuhan berikan tentang adanya dunia/alam kejahatan, kerajaan kegelapan, yang diawaki Iblis dan setan-setannya. Misi mereka yang paling utama ialah memisahkan Tuhan dengan manusia, mengadu-domba kita dengan pencipta kita. Dan metode mereka yang paling ampuh untuk menjalankan misi tersebut ialah dengan penyesatan, misinformasi, dan penistaan.
Khususnya dalam hal-hal yang paling pokok dalam kehidupan umat manusia. Yaitu bisnis, seksualitas, dan politik. Pertama-tama, mereka memberondongi kita dengan tembakan godaan tanpa kenal ampun. Kemudian, setelah kita jatuh dalam kesalahan dan dosa, atau kita melihat orang lain yang terjatuh, sehingga menjadi kita kotor karena perbuatan jahat kita, dunia kejahatan pun membisikkan hasutan ke pikiran kita bahwa kegiatan bisnis, seksualitas, dan politik yang kita kerjakan itulah yang kotor dan jahat, yang menyebabkan kita menjadi jahat dan berbuat kotor.

Di sini, kita tidak akan lebih jauh lagi mengulas bisnis dan seksualitas. Bukan saja karena di dalam tulisan ini hanya politik saja yang diwacanakan, namun juga karena lebih banyak orang di dunia ini yang merasa seratus persen yakin dengan pasti bahwa politik itu pada hakekatnya memang kotor dan jahat. Suatu pemikiran yang belum sampai diderita oleh bisnis dan seksualitas, meskipun memang orang umumnya secara sangat salah telah telanjur menganggap kedua hal tersebut sebagai hal yang sangat duniawi dan sama sekali tidak rohani.

Tetapi, kita sudah lihat, politik merupakan metode tunggal untuk mengatur kehidupan antar-manusia dan menjadikannya punya tujuan. Maka, kalau politik itu pada dasarnya jahat, takkan mungkin seluruh proses dan hasilnya bisa suci, mulia, baik, benar, dan adil.
Sementara, tidak ada satupun hukum formal yang tidak dirancang, ditetapkan, dan ditegakkan tanpa melalui proses politik. Semua tatanan sosial dan pranata dalam kehidupan masyarakat manusia ialah produk politik. Jadi, sekiranya politik itu kotor dari pangkal dan intinya, maka segala peraturan, hukum, dan semua pranata yang kita kenal di dunia ini seluruhnya adalah jahat semata-mata! Jika politik itu kotor, kita punya kewajiban moral untuk meniadakan politik dari dunia dan kehidupan umat manusia.
Dan kita pun wajib untuk menghapuskan semua undang-undang, hukum, aturan, dan pranata apapun dari muka bumi! Namun, sukar dibayangkan, betapa kacau, gelap, kelam, dan tak berpengharapannya dunia semacam itu! Itu bukanlah dunia. Itu neraka!

Masih belum selesai! Karena, tidak cuma hukum dan aturan yang wajib kita tiadakan. Kemerdekaan bangsa kita, Indonesia, pun harus dianulir, dibatalkan! Kita wajib meniadakan Negara Kesatuan Republik Indonesia kita ini! Itu pun berlaku untuk semua orang di seluruh dunia. Semua manusia harus menghapuskan eksistensi negara masing-masing. Sebab, kemerdekaan bangsa kita dan semua bangsa di dunia ini adalah mahakarya politik!
Dan tidak ada yang mampu membentuk negara selain politik. Semuanya hasil dari proses politik. Apa kita, bangsa Indonesia, bersedia membatalkan kemerdekaan bangsa kita dan sekaligus membubarkan negara kita? Apa semua bangsa di dunia ini bersedia?


Dan apakah kita juga bersedia mencabut pengakuan dan penghormatan kita terhadap para pahlawan yang telah berjuang meraih kemerdekaan bangsa dan tanah-air kita? Ya, bukan saja usaha mereka itu dianggap sia-sia, namun juga harus dicap sebagai perbuatan jahat! Soekarno, Hatta, Jenderal Soedirman, Diponegoro, Pattimura, dan semua nama yang pernah kita sebut sebagai “pahlawan” itu harus kita anggap sebagai penjahat besar. Sebab, tindakan mereka termasuk politik. Sesuatu yang harus dianggap haram dan najis, bukan? Tetapi, sebelum kita melakukan itu semua, tanyakan pada diri dan akal sehat kita: benarkah semua itu?

Karena itu, kita, khususnya generasi muda, tidak punya alasan untuk anti-politik. Apalagi sampai mengajak atau menghasut orang untuk anti-politik. Memang tidak semua orang harus terjun menggeluti politik praktis sebagai politisi. Namun, setiap kegiatan politik, seperti pemilu, wajib kita ikuti, sebab nasib kita, keluarga kita, dan komunitas kita sedikit-banyak bergantung juga pada aktivitas politik semacam itu.

Satu-satunya alasan yang memadai untuk kita tidak menjadi politisi ialah karena tiadanya bakat dan kemampuan. Jadi, bukan karena kita menganggap politik itu kotor dan jahat. Sebab, memang setiap orang punya tempatnya sendiri-sendiri. Ada orang yang memang dibekali potensi khusus untuk menjadi politisi. Andaikata potensi itu tidak ada pada kita, maka kita tidak akan maksimal apabila memaksakan diri terjun ke dunia politik. Alih-alih manfaat yang akan kita peroleh dan berikan, justru mudaratlah yang bakal kita dampakkan kepada bangsa, negara, dan masyarakat kita.

Namun, sekiranya kita memang berpotensi menjadi politisi, kita pun berdosa kalau tidak mendayagunakannya! Sebab, siapa tahu, dengan menjadi politisi, kita menjadi agen perubahan yang diutus Tuhan, Sang Politisi Teragung, demi Indonesia dan dunia yang lebih beradab dan sejahtera!


Pertanyaan terakhir untuk perenungan, sebelum kita menyudahi diskursus ini: potensi seperti apa untuk menjadi politisi? Apakah memang ada sesuatu yang tertentu dan spesifik hanya untuk menjadi politisi? Ada. Potensi untuk menjadi politisi adalah berupa panggilan hati dan jiwa. Panggilan yang bisa diuraikan sepenuhnya secara gamblang dan logis, tetapi yang tidak dapat dijelaskan bagaimana datangnya dan dari mana asalnya. Karena, itu memang sebuah panggilan ilahi, ditanamkan di sanubari kita oleh Sang Politisi Termulia sendiri!

Panggilan itu adalah untuk melakukan penyangkalan diri total. Itu adalah panggilan untuk berkorban sepenuhnya. Juga merupakan panggilan untuk menjadi pelayan seutuhnya. Dan panggilan untuk melakukan ketiga hal tersebut semata-mata bagi kepentingan kebenaran, keadilan, dan kebajikan, serta demi masyarakat yang kehidupannya bergantung pada kebijakan dan kebijaksanaan kita melalui politik.

Tanpa adanya panggilan tersebut di hati, kita tidak punya potensi untuk menjadi politisi, yang bertugas mengemban politik nan adil luhur dan suci itu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KESETIAAN

Penulis : Muhammad Najib (Mahasiswa UIN SU - Medan) Lingkungan salah satu kunci dasar kita membentuk karakter, tanpa kita sadari karakter kesetiaan hadir karena sebuah lingkungan. Pahit, manisnya hidup penetralisirnya adalah hati, untuk menguatkan hati kuncinya adalah kesetiaan, setia pada kebenaran dan nilai-nilai yang benar bukan dianggap benar sekali lagi bukan dianggap benar.  Kesetiaan mampu kita upayakan kalau dihati memang mempunyai niatan tulus untuk saling merawat, menjaga, serta memperhatikan kewajiban dan hak kita sebagai hamba dan makhluk sosial. Merawat lingkungan tugas kita sebagai makhluk Tuhan yang sempurna bahkan menjaganya.  Memperhatikan lingkungan merupakan bagian dari observasi untuk membangkitkan semangat kepedulian agar melahirkan KESETIAAN. Dalam catatan sejarah, sederhanya Islam takkan besar kalau Nabi Muhammad SAW tak memiliki orang-orang yang setia seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali dan sahabat-sahabat lainnya. Serta sama halnya seperti Indonesia

MENIKMATI NDP HMI

Ket. Gambar : Menikmati Kopi NDP Penulis : Muhammad Najib (Instruktur HMI Cabang Medan) Sejarah NDP menurut Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul : [Muqaddimah : Perkembangan sosio historis menunjukkan, selain Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI sejak tahun 1947 hingga tahun 2010, HMI telah memiliki 10 naskah atau dokumen sebagai ideologi atau doktrin perjuangan HMI (Baca Sejarah Perjuangan HMI jika ingin mengetahui uraiannya). Sepuluh doktrin perjuangan HMI tersebut lazim disebut sebagai ideologi HMI. Seperti ditulis A. Dahlan Ranuwihardjo, ideologi adalah "seperangkat ajaran-ajaran tertentu atau gagasan-gagasan berdasarkan suatu pandangan hidup untuk mengatur kehidupan negara/masyarakat didalam segi-seginya serta yang disusun didalam sebuah sistem berikut aturan-aturan operasionalnya."] Berarti dengan keterangan diatas, Islam bukanlah ideologi, seperti halnya ideologi Pancasila, sosialis, komunis, kapitalis, dan lain-lain. Islam adalah wahyu dari Allah swt. Seda

DAGINGNYA PARA ULAMA ITU BERACUN

Teman ? Siapakah teman itu? Ialah yang setia menemani disaat suka & duka. Jelas bukan yang ada hanya bila butuh sesuatu saja. Apalagi yang menusuk dari belakang, menggunting dalam lipatan, menyerang & melempar fitnah di tengah perjuangan. Layaknya ketika kita berada ditengah perjuangan berhijrah menjadi lebih baik. Kala level kita akan naik itu, tak sedikit dari teman kita malah jadi menjauhi dan mencaci "sok alim..sok suci..sok sholeh..riya..gila pujian..dll" Karena begitulah siklusnya, Allah sengaja melakukan seleksi itu. Kenapa? Karena di mata Allah, antum sudah beda level, mereka sudah gak level dengan antum. Proses penjauhan teman lama itu ibarat musim gugur yang merontokkan daun-daun lama yang tak layak lagi dipertahankan. Agar kelak di musim semi akan diganti oleh tunas-tunas daun yang hijau, setia nan kokoh. Seperti itulah siklus pertemanan. Pilpres 2019 bagi UAS ialah fenomena yang memperlihatkan mana teman sejati, mana lawan yang berbaju kawan se