Langsung ke konten utama

Postingan

ASHABUL WURUD SEMANGAT HMI

Ket. Gambar : FOTO KETUA UMUM HMI SEKAWASAN UIN-SUMUT Sejak lama kalangan mahasiswa atau masyarakat Indonesia pada umumnya mungkin sudah tak asing lagi mendengar nama Himpunan Mahasiswa Islam atau yang disingkat HMI.  Ya, sudah 72 tahun HMI berdiri sebagai organisasi mahasiswa Islam tertua di Indonesia yang didirikan dikota bekas ibu kota negara Indonesia yakni Yogyakarta pada tanggal 5 Februari 1947 oleh seorang mahasiswa STI Yogyakarta yang bernama Lafran Pane, tokoh muda kala itu yang merupakan kelahiran Sipirok, Sumatera Utara. Berdasarkan sejarah empiris dan pembuktian dari akar rumput atau maksud saya dari awal berdiri sampai dengan detik ini,  sudah selayaknya HMI dikatakan organisasi kemahasiswaan yang mapan dan bermanfa'at lebih untuk Republik Indonesia dalam mengawal kemerdekaan dengan semangat Ke-Islaman Ke-Indonesiaan yang diikhtiarkan oleh HMI & setiap kader-kadernya, yang mana semangat itu bersumber dari  sang pendiri yaitu  Lafran Pane "Dimanapun Ka

KETELADANAN LAFRAN PANE SEBAGAI GURU BANGSA

Penulis : Muhammad Najib (Anggota Biasa HMI Cabang Medan) Lafran Pane pantang menyerah dalam mewujudkan gagasan-gagasan baik untuk kepentingan bersama. Sepanjang tahun 1946, dia terdorong dan mempunyai ide untuk membentuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Hal ini tidak mudah karena masih ada beberapa unsur dari Persyarikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yang belum bersedia memahaminya. Setelah melalui berbagai upaya yang tidak mudah, pada awal 1947 momentum bagi Lafran Pane tiba. Buku Lafran Pane: Jejak dan Pemikirannya (2010) karya Hariqo Wibawa Satria menjelaskan detik-detik kelahiran HMI. Saat itu, kuliah tafsir yang diampu Hussein Yahya akan berlangsung. Lafran Pane meperhatikan bahwa beberapa rekannya yang masih berseberangan pandangan kebetulan tidak hadir. Karena itu, dia meminta izin kepada sang dosen agar diberikan waktu setelah kuliah untuk berbicara di depan kelas. Hussein Yahya mengizinkannya tanpa tahu apa pokok

Mengenal Cinta lewat pintu Filsafat

Presented By : Muhammad Najib Apakah binatang memiliki cinta?  Mungkin kita bisa melihat induk binatang yang menyusui dan merawat anaknya sebagai sebentuk cinta yang natural.  Tapi benarkah itu adalah bentuk cinta? Apakah yang membentuk sebuah cinta: insting atau akal budinya?  Kalau ada sepasang merpati yang sulit dan begitu sulit dipisahkan, apakah hal ini bisa dikatakan sebagai sepasang kekasih dengan cinta sejati?  Merujuk pada pemikiran Aristoteles bahwa binatang disebut binatang karena adanya jiwa instingtif di dalamnya (jiwa sebagai pembentuk kehidupan.  Pada tumbuhan disebut jiwa vegeter dan pada manusia jiwa rasional).  Jadi, apa yang kita lihat sebagai fenomena cinta pada binatang sebenarnya bersifat instingtif dan non rasional.  Menarik bahwa dalam pemikiran eksistensialisme, cinta dilihat sebagai sesuatu yang sangat positif, luhur, dan kuat namun sekaligus ada yang melihat dengan sangat skeptis. Menurut Scheler ada tiga macam kegiatan manusia yang memberi ciri

PELEMAHAN KONSEP HAM DI INDONESIA

Presented By : Muhammad Najib                       Dari Natural Rights ke Positif Rights Perkembangan konsep hak asasi manusia ditelusuri secara historis berawal dari dunia Barat dimulai dari abad XVII sampai dengan abad XX. Pada abad XVII, hak asasi manusia berasal dari hak kodrat (natural rights) yang mengalir dari hukum kodrat (natural law). Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan politik (political freedom) dan hak untuk ada (rights to be). Hal ini dipengaruhi keadaan masa sebelumnya dalam kehidupan bernegara yang absolut. Pada abad XVIII, hak kodrat dirasionalkan melalui konsep kontrak sosial dan membuat hak tersebut menjadi sekular, rasional, universal, individual demokratik dan radikal. Dua hak yang sangat ditonjolkan adalah kebebasan sipil (civil libertis) dan hak untuk memiliki (rights to have). Pada abad XIX masuk pemikiran sosialisme yang lebih memberikan penekanan pada masyarakat (society). Pada masa ini lahir fungsi sosial dan hak-hak individu. Dua ha

Bolehkah Kaum Muda Berpolitik?

Presented by : Muhammad Najib Keterlibatan kaum muda berpolitik biasanya dipandang sebelah mata. Kaum tua menilai pemuda belum banyak pengalaman, belum mapan secara ilmu serta ekonomi dan masih dalam pencarian jati diri sehingga labil. Pandangan sebelah mata ini menyertakan gambaran politik yang amat kompleks, tak jelas, bahkan cenderung buruk dan kejam sehingga pemuda tak akan mampu aktif berpolitik. Kesimpulannya, selama ini pemuda hanya dijadikan objek pendulang suara kaum tua di kontestasi pemilu. Partisipasi pemilih pemuda tak berdampak pengabulan aspirasi muda oleh pemerintahan terpilih. Pendidikan tinggi semakin mahal akan tetapi kurang kualitasnya. Ruang publik terbuka namun kebebasan berekspresi semakin sempit. Tetapi pemuda di setiap pemilu tetap memilih tanpa ruang partisipasi pencalonan dan keterpilihan berarti. 1. Belajar dari Feminisme  Pemuda bisa belajar dari gerakan perempuan. Afirmasi perempuan di pemilu ada dan cukup berhasil diterapkan beserta kema

TUHAN SANG POLITISI TERMULIA

Momentum Politik paling suci di Kongres Sumpah Pemuda Indonesia Penulis : Muhammad Najib  Barangkali, tak banyak dari kita yang berpikir kalau Tuhan itu politisi. Padahal, jika kita cermati, Tuhan memang adalah politisi! Beliaulah politisi paling pertama, paling lihai, dan paling sukses di sepanjang zaman. Sebab, bukankah kita sendiri mengakui, Tuhan itu raja atas segala-galanya: sorga, dunia, dan alam semesta ini? Nah, bukankah “raja” adalah konsep dan istilah dunia politik? Lagipula, tidak ada pemerintahan yang tidak berasal dari Tuhan. Semua kepala negara, kepala pemerintahan, dan pemegang kekuasaan politik tertinggi di seluruh dunia pada segala masa dipilih, ditunjuk, diangkat, dan ditetapkan oleh Tuhan sendiri. Begitu pula seluruh pejabat dan petinggi negara, politik, dan pemerintahan.  Bahkan, Tuhan juga yang menjatuhkan, menggulingkan, melengserkan, dan mengganti mereka. Tanpa terkecuali. Dan Tuhan melakukan semua itu secara proaktif atas inisiatif-Nya sendiri.  Buk

FILSAFAT CINTA PLATO

Ket. Gambar : Penulis bersama rekan juangnya Ditulis oleh Muhammad Najib (Mahasiswa UIN Sumatera Utara- Medan) Suatu hari, Plato bertanya kepada gurunya (Socrates), “Apa itu Cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?” Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas di depan sana. Berjalanlah, tetapi jangan mundur kembali, kemudian ambillah satu buah ranting. Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta.” Plato kemudian berjalan, tidak berapa lama kemudian ia kembali dengan tangan kosong tanpa mempawa apapun. Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satu ranting pun?” Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik). Sebenarnya aku sudah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tidak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi ranting tersebut tidak kuambil. Setelah aku melanjutkan perjalanan, baru aku sadar bahwa ranting-ranting yang a